Rasanya lebih empuk, lebih kenyal, dan tidak
mudah basi. Inilah yang membuat donat kentang berbeda dari donat biasa. Seperti
bentuknya yang bundar tanpa ujung, donat kentang pun bisa menghasilkan
keuntungan yang tanpa henti, sebab harga kentang lebih murah daripada tepung
terigu. Dari segi penampilan, donat kentang juga tak bisa disepelekan, bahkan
bisa menyaingi donat-donat mewah di mal.
Bermula dari Rumah
Berbekal resep warisan keluarga, Marlina Sumarni (44) mengiyakan usul
kakaknya untuk membangun bisnis donat kentang sekitar 3 bulan lalu. Sebelumnya,
ia sudah sering mempraktikkan resep donat ini untuk kalangan sendiri, terutama
keluarga. “Namun, untuk mulai berbisnis, saya mencoba mengembangkan resep, lalu
memperkenalkan produk ke sejumlah kantor, lingkungan gereja, serta teman-teman
arisan.”
Tak disangka, banyak yang menyukai donat
buatannya. Pesanan pun mulai mengalir, dengan jumlah pesanan yang makin lama
makin banyak. Awalnya, semua ia kerjakan sendiri, mulai dari marketing hingga
produksi. Lina, yang berdomisili di Semarang, kemudian memakai merek Donut
Lina’s.
Nency Sinatra (39) punya cerita lain. Suatu hari ia mencicipi donat kentang di
sebuah mal. Ia tertarik untuk mengambil franchise-nya, tapi ternyata biayanya
sangat tinggi. Penasaran, ia mencari resep sendiri, yang trnyata agak sulit.
Setelah berbagai 'eksperimen' membuat donat, bahkan melibatkan pegawai toko
ponsel yang dimilikinya, ia akhirnya mendapatkan resep yang cocok dari seorang
dosen tata boga.
“Saya ingin konsep pembuatannya higienis. Untuk
menguleni adonan dan membagi-bagi adonan, pegawai harus mengenakan sarung
tangan plastik. Soalnya, kalau donat dibuat langsung dengan tangan, orang bisa
enggan membeli,” kata Nency, yang membuka gerai Yummy Donuts di ITC Kuningan,
Jakarta, pada April 2007.
Sementara itu, Anita
Sari (35) melihat kehebatan ibu mertuanya membuat donat kentang yang
lezat sebagai peluang bisnis. Tanpa bermaksud ngerjain, Anita dan suaminya, Dicky Sumarsono (36), meminta sang ibu
mertua membantu produksi bisnis barunya itu. Untunglah, ibu mertuanya tidak
keberatan sama sekali. Bahkan, merasa sangat senang.
“Di tahun 2005 kami memberanikan diri membuka
booth di sebuah rumah sakit di kota kami, Solo. Kebetulan, saat itu belum
banyak yang menggarap bisnis ini secara serius. Responsnya sangat baik. Kami
pun makin semangat melakoninya,” ujar semifinalis Wajah Femina 1996, yang
menggunakan label Donutboyz untuk usahanya ini.
Modal Cepat Kembali
Kenapa memilih donat kentang? Ketiga wanita ini
sepakat bahwa donat kentang itu sehat. Karena, kadar karbohidrat donat kentang
lebih sedikit dibanding donat tepung terigu. Selain itu, tanpa menggunakan
pengawet pun, donat bisa layak makan hingga 3 hari. Lagi pula, modal awalnya
tidak terlalu besar. Nency dan Anita mengeluarkan Rp10 juta untuk membeli
perlengkapan dan membeli bahan-bahan dasar, sedangkan Lina hanya memerlukan
dana sekitar Rp2 juta.
Hebatnya, semua modal itu bisa kembali dalam
waktu singkat, antara 1 hingga 3 bulan saja! Anita menjual donat-donat
pertamanya seharga Rp2.000. Donat itu selalu ia jual dalam keadaan fresh. Ada
dua kali proses pembuatan, yaitu pagi hingga sore (sekitar pukul 06.00 hingga
16.00) dan malam hingga subuh (dimulai dari pukul 23.00). Di satu booth di RS
itu saja, ia menyiapkan antara 100-200 donat (kalau habis, langsung dikirim
lagi dari rumah). Untuk membantu proses produksi, mereka memberdayakan ibu-ibu
rumah tangga di lingkungan sekitar.
Pengalaman Lina tak jauh berbeda. Satu donat
polos ia jual seharga Rp2.500. Meski ia tetap membuatnya dengan cara
tradisional (karena itu bentuk donatnya jadi tak seragam), namanya makin
dikenal. Selain mengandalkan pesanan, ia memiliki 3 tenaga sales yang menjual
donat secara langsung ke perkantoran. Untuk memesan, tak perlu dari jauh-jauh
hari, cukup sehari sebelumnya. Ia pun akan mulai membuatnya beberapa jam
sebelum diantar, agar fresh. Jasa antarnya juga gratis. Sedangkan donat yang
akan dibawa oleh tenaga sales, sudah dikerjakan sejak malam sebelumnya, jadi
pukul 05.30 sudah siap dibawa.
Cerita Nency lebih heboh lagi. Pembelinya
membludak. “Banyak sekali yang pesan dari kantor seberang, misalnya 100 donat
untuk snack sore. Atau, tak sedikit ibu yang membeli untuk bekal sekolah
anaknya,” kata Nency, yang juga seorang karyawan swasta. Ia bercerita, satu
adonan donat (sama dengan 0,5 kg) bisa menghasilkan 36 buah donat. Karena
permintaan terus bertambah, dalam sehari ia bisa menjual sekitar 720 buah donat
dari 10 kg adonan! Sekarang, ia membatasi produksi. Ia bikin adonan terakhir
pukul 19.00. Modal pun kembali dalam kurun waktu hanya satu bulan. (VW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar