Kamis, 17 Desember 2015

Rezeki Empuk Donat Kentang








Rasanya lebih empuk, lebih kenyal, dan tidak mudah basi. Inilah yang membuat donat kentang berbeda dari donat biasa. Seperti bentuknya yang bundar tanpa ujung, donat kentang pun bisa menghasilkan keuntungan yang tanpa henti, sebab harga kentang lebih murah daripada tepung terigu. Dari segi penampilan, donat kentang juga tak bisa disepelekan, bahkan bisa menyaingi donat-donat mewah di mal.

Bermula dari Rumah
Berbekal resep warisan keluarga, Marlina Sumarni (44) mengiyakan usul kakaknya untuk membangun bisnis donat kentang sekitar 3 bulan lalu. Sebelumnya, ia sudah sering mempraktikkan resep donat ini untuk kalangan sendiri, terutama keluarga. “Namun, untuk mulai berbisnis, saya mencoba mengembangkan resep, lalu memperkenalkan produk ke sejumlah kantor, lingkungan gereja, serta teman-teman arisan.”

Tak disangka, banyak yang menyukai donat buatannya. Pesanan pun mulai mengalir, dengan jumlah pesanan yang makin lama makin banyak. Awalnya, semua ia kerjakan sendiri, mulai dari marketing hingga produksi. Lina, yang berdomisili di Semarang, kemudian memakai merek Donut Lina’s.

Nency Sinatra (39) punya cerita lain. Suatu hari ia mencicipi donat kentang di sebuah mal. Ia tertarik untuk mengambil franchise-nya, tapi ternyata biayanya sangat tinggi. Penasaran, ia mencari resep sendiri, yang trnyata agak sulit. Setelah berbagai 'eksperimen' membuat donat, bahkan melibatkan pegawai toko ponsel yang dimilikinya, ia akhirnya mendapatkan resep yang cocok dari seorang dosen tata boga.

“Saya ingin konsep pembuatannya higienis. Untuk menguleni adonan dan membagi-bagi adonan, pegawai harus mengenakan sarung tangan plastik. Soalnya, kalau donat dibuat langsung dengan tangan, orang bisa enggan membeli,” kata Nency, yang membuka gerai Yummy Donuts di ITC Kuningan, Jakarta, pada April 2007.

Sementara itu, Anita Sari (35) melihat kehebatan ibu mertuanya membuat donat kentang yang lezat sebagai peluang bisnis. Tanpa bermaksud ngerjain, Anita dan suaminya, Dicky Sumarsono (36), meminta sang ibu mertua membantu produksi bisnis barunya itu. Untunglah, ibu mertuanya tidak keberatan sama sekali. Bahkan, merasa sangat senang.

“Di tahun 2005 kami memberanikan diri membuka booth di sebuah rumah sakit di kota kami, Solo. Kebetulan, saat itu belum banyak yang menggarap bisnis ini secara serius. Responsnya sangat baik. Kami pun makin semangat melakoninya,” ujar semifinalis Wajah Femina 1996, yang menggunakan label Donutboyz untuk usahanya ini.

Modal Cepat Kembali
Kenapa memilih donat kentang? Ketiga wanita ini sepakat bahwa donat kentang itu sehat. Karena, kadar karbohidrat donat kentang lebih sedikit dibanding donat tepung terigu. Selain itu, tanpa menggunakan pengawet pun, donat bisa layak makan hingga 3 hari. Lagi pula, modal awalnya tidak terlalu besar. Nency dan Anita mengeluarkan Rp10 juta untuk membeli perlengkapan dan membeli bahan-bahan dasar, sedangkan Lina hanya memerlukan dana sekitar Rp2 juta.

Hebatnya, semua modal itu bisa kembali dalam waktu singkat, antara 1 hingga 3 bulan saja! Anita menjual donat-donat pertamanya seharga Rp2.000. Donat itu selalu ia jual dalam keadaan fresh. Ada dua kali proses pembuatan, yaitu pagi hingga sore (sekitar pukul 06.00 hingga 16.00) dan malam hingga subuh (dimulai dari pukul 23.00). Di satu booth di RS itu saja, ia menyiapkan antara 100-200 donat (kalau habis, langsung dikirim lagi dari rumah). Untuk membantu proses produksi, mereka memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di lingkungan sekitar.

Pengalaman Lina tak jauh berbeda. Satu donat polos ia jual seharga Rp2.500. Meski ia tetap membuatnya dengan cara tradisional (karena itu bentuk donatnya jadi tak seragam), namanya makin dikenal. Selain mengandalkan pesanan, ia memiliki 3 tenaga sales yang menjual donat secara langsung ke perkantoran. Untuk memesan, tak perlu dari jauh-jauh hari, cukup sehari sebelumnya. Ia pun akan mulai membuatnya beberapa jam sebelum diantar, agar fresh. Jasa antarnya juga gratis. Sedangkan donat yang akan dibawa oleh tenaga sales, sudah dikerjakan sejak malam sebelumnya, jadi pukul 05.30 sudah siap dibawa.

Cerita Nency lebih heboh lagi. Pembelinya membludak. “Banyak sekali yang pesan dari kantor seberang, misalnya 100 donat untuk snack sore. Atau, tak sedikit ibu yang membeli untuk bekal sekolah anaknya,” kata Nency, yang juga seorang karyawan swasta. Ia bercerita, satu adonan donat (sama dengan 0,5 kg) bisa menghasilkan 36 buah donat. Karena permintaan terus bertambah, dalam sehari ia bisa menjual sekitar 720 buah donat dari 10 kg adonan! Sekarang, ia membatasi produksi. Ia bikin adonan terakhir pukul 19.00. Modal pun kembali dalam kurun waktu hanya satu bulan. (VW)